Lidah orang berakal di belakang hatinya dan hati orang bodoh di belakang lidahnya.
Ketahuilah, lidah laksana binatang buas yang suatu saat bisa "membunuh".

Minggu, 06 Januari 2013

Kebangkitan Peran Perempuan




Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa:

 الِنِّسَاءُ عِمَادُ الْبِلَادِ, إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْبِلَادُ, وَ إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ

Perempuan adalah tiang negara, apabila perempuannya baik, maka baiklah negara itu, tapi bila perempuannya buruk, maka buruk pulalah negara itu.” Hadits tersebut menggambarkan betapa peran perempuan sangat penting, bahkan dalam kehidupan bernegara. Perempuan dijadikan tolok ukur baik buruknya suatu negara. Kenapa bisa demikian?

Secara kuantitas, jumlah perempuan hampir separuh dari total jumlah penduduk dunia. Untuk Indonesia, menurut hasil sensus BPS tahun 2010, jumlah perempuan adalah sebanyak 118.048.783. Tak terelakkan jika jumlah yang sangat besar ini harus diimbangi dengan kualitas peran dan kontribusi kaum perempuan secara signifikan. Secara kualitas, perempuan juga menempati posisi paling strategis sebagai pencetak generasi bangsa. Suatu generasi unggul pasti terlahir dari rahim perempuan unggul. Maka kualitas generasi suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh kualitas para perempuannya.

Menurut Charles Malik, seorang filsuf dan diplomat, cara tercepat mengubah masyarakat adalah dengan menggerakkan kaum perempuan sedunia. Muhammad Yunus dengan konsep Grameen Bank dan Grameen Phone-nya mampu membuktikan bahwa jika diberi kesempatan, akses lebih besar dan dukungan lebih konkrit, kaum perempuan tidak hanya bisa dipercaya namun sekaligus mampu melakukan perubahan sangat revolusioner yakni berhasil melawan kemiskinan.
Sayangnya, meskipun perempuan diyakini dapat membawa perubahan untuk masa depan, mencuatkan potensi dan peran perempuan dalam berbagai sektor kehidupan bukan persoalan mudah. Budaya dan sistem yang ada dan telah berlangsung dalam kurun waktu lama telah membelenggu kaum perempuan secara sistematis sebagai kelompok masyarakat kelas dua atau second class. Hal itu berdampak terhadap pemenuhan hak-hak dasar kaum perempuan seperti pendidikan dan kesehatan menjadi kurang diperhatikan. Keadaannya lebih memprihatinkan lagi dalam skala kebutuhan dasar lebih tinggi seperti akses terhadap informasi dan kesempatan untuk beraktualisasi. Masih segelintir kaum perempuan yang bisa memperolehnya.

Islam memandang permasalahan perempuan sebagai permasalahan manusia yang satu, bukan kasuistik didasarkan pada kultur bangsa atau yang lainnya. Maka Islam menyelesaikannya dengan memenuhi kebutuhan dan naluri manusia sebagai  tanpa ada bias gender. Dalam Islam, posisi perempuan adalah sebagai umm wa rabbatul baitibu dan pengatur rumah tangga. Sebagai seorang ibu, perempuan memegang kewenangan utama dalam pembentukan karakter generasi sebagai calon-calon pemimpin bangsa. Sedangkan sebagai pengatur rumah tangga, perempuan memegang kewenangan utama sebagai pembentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, yang akan berefek pada terbentuknya kondisi sosial negara ideal sebagai modal utama tangguhnya kekuatan politik dalam suatu negara. Dari dua posisi tersebut, sesungguhnya Islam sangat memuliakan perempuan dan menempatkan perempuan pada posisi kunci bangkit atau runtuhnya sebuah negara.

Namun, bagaimanapun juga solusi Islam tersebut tidak akan bisa solutif jika tidak diemban oleh negara. Maka di sinilah pentingnya keberadaan negara Khilafah Islamiyah yang menjalankan sistem politik dan ekonomi Islam sebagai pilar sistem atas semua sub sistem kehidupan yang lainnya. Untuk mewujudkan negara Khilafah Islamiyah ini, diperlukan juga partisipasi aktif dari kaum perempuan, dengan bergabung dalam gerakan yang shahih untuk menerapkan solusi Islam menyeluruh (kaaffah) pada kehidupan sehari-hari.

Berbicara tentang gerakan perempuan, berarti kita berbicara tahapan kerja atau tahapan berjuang. Diperlukan kesadaran berorganisasi yang harus ditebarkan ke seluruh perempuan sehingga perjuangan hak-hak yang selama ini diabaikan akan menjadi lebih terarah dan terprogram. Tanpa organisasi, kehidupan kaum perempuan tetap berjalan di tempat. Jikapun terjadi perubahan, hanya bersifat sementara dan tidak mendasar.

Pemenuhan kebutuhan hidup secara layak dan manusiawi, serta perlindungan hukum tidak akan berjalan, bila tidak disertai dengan perjuangan melalui organisasi. Dengan cara inilah, kita merangkul perempuan yang berpikiran dan berkeinginan maju.

Jika kita pandang dari aspek sosiologis, perempuan merupakan salah satu entitas dalam sebuah sistem sosial yang kemudian dikenal dengan sebutan negara. Perlu diingat, bahwa Indonesia merupakan sebuah negara-bangsa yang lahir karena perjuangan politik. Sehingga, paham tentang negara sebagai organisasi politik penting disadari sebagai bentuk kesadaran zaman. Urgensinya, terletak pada kesadaran konstitusional. Bahwasanya, perempuan memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Tidak hanya memahami diri secara normatif sebagai seorang pekerja domestik, tetapi lebih pada sebuah kesadaran dan tanggung jawab dalam setiap praktek-praktek sosialnya dalam konteks apapun. Inilah yang mesti disadari sebagai bentuk kesadaran politik perempuan.

Patricia Aburdene & John Naisbitt dalam bukunya Megatrend for Women : From Liberation to Leadership (1993), menunjukkan sejumlah data bahwa peran perempuan dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya. Selain itu semakin banyak wanita yang menjadi pimpinan perusahaan dan sekaligus menjadi pemilik perusahaan. Sebuah fenomena yang juga mulai banyak dan mudah dijumpai di Indonesia. Trennya justru meningkat dari waktu ke waktu. Tidak hanya karena jumlah perempuan di Indonesia sangat banyak, namun semangat perubahan yang tinggi dan mau bekerja keras untuk berubah seolah telah menjadi salah satu karakter utama kaum perempuan Indonesia yang tak lekang oleh waktu sejak dulu hingga kini.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Megawati Soekarno Putri, yang juga berjuang untuk mendorong masyarakat agar berani membebaskan diri dari rasa takut akibat hegemoni Orba yang berkolaborasi dengan kekuatan militer. Meskipun bisik-bisik kala itu mensimplikasi Megawati ”hanyalah seorang ibu rumah tangga”, ternyata gerakan pembebasan itu semakin mengkristal dan Megawati menjadi ikon perlawanan gerakan rakyat terhadap kekuasaan yang otoriter. Bagi Megawati, penekanan oleh negara dan masyarakat justru membuat perempuan semakin kuat. Ini artinya, perempuan secara umum, memiliki daya survive yang tinggi.

Indikasi kebangkitan peran perempuan memang semakin nyata dan terus meningkat. Namun, benih-benih kebangkitan tersebut masih bersifat sporadis. Perlu ada mobilisasi dan pelembagaan agar potensi perempuan lebih terakomodir. Salah satunya dengan menghidupkan kembali organisasi, perkumpulan atau komunitas perempuan dalam berbagai bidang. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dengan bersatunya kaum perempuan dan segenap potensi yang mereka miliki, maka roda perubahan menuju masyarakat, bangsa dan negara yang maju dan sejahtera akan bergerak lebih cepat dan lebih optimal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar