Mungkin jarang bahkan tidak sama
sekali kita dengar, ya karena istilah ini kiranya merupakan frasa (ungkapan)
yang membutuhkan kompleksitas pemikiran dalam memaknainya. Hanya orang-orang tertentu
yang sering menggunakan kata ini, dan mungkin bagi sebagian orang masih ada
yang beranggapan bahwa istilah nabi sosial bermakna ambigu.
Ungkapan nabi (social prophet)
sendiri tersusun dari dua unsur kata, “nabi” dan “social. Nabi yang sementara
ini dapat kita pahami sebagai utusan tuhan, sedangkan term sosial yang
lebih condong kearah lingkungan masyarakat dan mungkin juga memiliki arti
sering memperhatikan kepentingan umum dan suka menolong. Jadi dari sini dapat
kita jelaskan bahwa nabi sosial merupakan manusia yang memiliki kesadaran untuk
berperan penting dalam menjalankan tugas-tugas sosial dalam rentang
kehidupannya. Boleh juga berpendapat bahwa nabi sosial merupakan sebuah sebutan
bagi orang-orang yang sangat peduli dengan kondisi orang lain disekitarnya,
suka menolong dan lebih mendahulukan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan diri sendiri.
Jika demikian adanya pengertian
yang dapat kita terima, satu pertanyaan yang mungkin selanjutnya, “siapa yang
pantas mendapat gelar nabi social?”. Sejenak terlintas sosok ayah yang rela
berkorban (jiwa, raga) untuk satu tujuan, menjadikan keluarganya hidup bahagia.
Dengan satu hal yang pasti kebahagiaan diatas rezeki halal yang mengalir dalam
darah.
Sebuah Kisah
Ilustrasi tentang nabi social dalam
pembahasan dimuka, mengingatkan pada satu kisah tentang seorang bapak yang
hidup dalam lingkungan jahiliyah, sesat fikir dan moralitas.
Alkisah, terdapat seorang bapak yang yang mengusahakan hak kehidupan atas keluarganya sedapat mungkin dengan menghindari praktek korupsi-kolusi-dan nepotisme. Pada mulanya ia adalah pegawai rendahan di salah satu departemen Negara. Dalam kurun waktu yang singkat pengabdiannya telah mengangkat dia untuk di pindah posisikan ke bagian yang basahn sarat dengan perputaran uang dengan jumlah yang sangat besar. Disinilah kisah itu bermula, seoarng bapak tersebut mendapatkan tempat istimewa yang selalu di idamkan hampir oleh pekerja segolongannya. Ya, ketika semua orang melakukan beragam cara sampai pada menjilat (bermuka manis dihadapan) atasan untuk mendapatkan posisi tersebut, namun si bapak dengan mudahnya mendapatkan jabatan itu.
Alkisah, terdapat seorang bapak yang yang mengusahakan hak kehidupan atas keluarganya sedapat mungkin dengan menghindari praktek korupsi-kolusi-dan nepotisme. Pada mulanya ia adalah pegawai rendahan di salah satu departemen Negara. Dalam kurun waktu yang singkat pengabdiannya telah mengangkat dia untuk di pindah posisikan ke bagian yang basahn sarat dengan perputaran uang dengan jumlah yang sangat besar. Disinilah kisah itu bermula, seoarng bapak tersebut mendapatkan tempat istimewa yang selalu di idamkan hampir oleh pekerja segolongannya. Ya, ketika semua orang melakukan beragam cara sampai pada menjilat (bermuka manis dihadapan) atasan untuk mendapatkan posisi tersebut, namun si bapak dengan mudahnya mendapatkan jabatan itu.
Betapa tidak, jika bagian tersebut
merupakan bagian yang paling banyak memiliki sirkulasi uang dalam jumlah besar
dan menjadi besar pula kemungkinan untuk mendapatkan kekayaan dari jalur
sirkulasi. Cukup meragukan memang kepastian halal-haramnya cara yang dilakukan,
sudah barang tentu di lingkungan departemen Negara, berbicara tentang tata cara
pengelolaannya dilakukan berdasarkan Juknis dan undang-undangnya. Menjadi aneh
ketika bukan rasa nyaman ketika mendapat posisi istimewa tersebut, sebagai
pembanding tuhan sedang mengangkat, menurunkan, atau sedang menguji posisinya,
tapi itu tidak penting dalam kisah ini.
Beberapa fakta yang ditemukan,
mejadikan dia seolah harus terus menghindar dari lingkungan kerjanya, sampai
pada satu titik jenuhnya ia mesti mengajukan diri untuk mutasi ke daerah lain
yang dirasa cukup membuatnya nyaman, masih bagian dan tugas yang sama. Ini
dipandangnya sebagai suatu hijrah menuju satu kedamaian yang diharapkan. Namun,
kondisi yang diharapkan jauh berbeda dan memang mengharuskannya berfikir
analogis dimana masih dalam satu departemen dan bagian yang sama, jika itu
telah menjadi bagian dari tradisi maka besar kemungkinan didaerah yang
berbedapun kenyataan itu aka ada. Logis kiranya.
Tekad untuk menjaga kesucian niatnya, mengharuskan dia membuat satu lingkungan
yang mendukung niat tersebut. Sampai pada satu keputusan setelah sebulan
bekerja, kembali ke daerah asal bekerja dan menyampaikan maksud baik kepada
atasannya, untuk membentuk mekanisme yang bersih dalam unit kerjanya. Dunia
memang seringkali berkata sebaliknya, maksud baik berbuah sindiran pedas
(sarcasm), “jika masih berharap akan rejeki dan lingkungan yang demikian pindah
dan bekerja saja di popole (pulau kosong-terpencil).
Harapan untuk mendapat dukungan
untuk dapat membentuk satu mekanisme kehidupan yang baik berbuah membuatnya
tersungkur. Sampai pada satu pilihan terakhir, berprofesi sebagai guru di
sekolah berbasis agama (madrasah) dirasa setidaknya lebih menyenangkan
dibandingkan yang sebelumnya. Dalam terminology hindu-Jawa, memposisikan diri
sebagai Brahmana dan mengajar untuk berdarma dan berderma. Aneh memang, ketika
banyak orang berlomba untuk sampai pada tingkat tersebut, si bapak malah
memilih untuk posisi yang tidak lagi istimewa menurut kebanyakan.
Korupsi
dan Kenabian
Bukan tidak
mungkin, tapi hanya ada satu kemungkinan untuk sampai bebas dari penyelewengan
(baca-kkn) karena ini adalah satu fakta setiap jaman dan terus akan berulang. Sebut
saja seorang mahasiswa aktifis (kampus), selama mahasiswa menjadi pegiat
berbagai bentuk anti penyelewengan namun kebanyakan harus berbalik ketika
memasuki dunia kerja yang memiliki kultur korup-tif. Ini terjadi, ditambah
dukungan istri yang konsumtif, anak yang ber-trend artis. Pendidikan karakter
mungkin perlu, tinggal bagaimana simulasinya.
Seorang nabi, kadang memang mesti terasing meskipun pada awalnya ia dielukan.
Para nabi adalah orang memulai sesuatu dan memiliki dunianya sendiri, gila,
tidak waras. Bukannya ini juga terjadi pada Muhammad (the prophet). Menjadi
penting mengakui bahwa konstruk ketidakwarasan public sebagai satu kewarasan
yang dapat dibanggakan. Seberapa yakin akan kebenaran yang dibawa adalah terletak
pada seberapa besar kebenaran itu diperjuangkan bahkan tampa pengikut. Muhammad
(the prophet) telah melakukan itu dengan kata “bahkan jika matahari dan
rembulan berada ditangannya, ia tidak akan menghentikan kebenaran yang di
yakininya”.
Muhammad, dialah sang nabi dan
generasi dari nabi-nabi sebelumnya. Membawa risalah yang sama, “gerakan
pembebasan” dan menuju “kemuliaan perilaku”.
Generasi
pasca-Muhammad masih sebagai Nabi
Sejatinya, memang pada jaman ini
sudah sangat dibutuhkan sosok nabi yang membuka tempurung, dimana diri didalam
tempurung telah menjadi sangat istimewa dan menjadikan terasing mereka yang
berada bebas diluar tempurung. Kisah sosok bapak diatas, kiranya harus
menginspirasi, berlaku sesuai dengan yang di amanatkan sebagai manusia, wakil
tuhan dibumi dan juga menyampaikan risalah al-hasanah. Demikian gerakan
kenabian, siap untuk menjadi terasing dan melakukan perubahan dari lini
masing-masing dan bertemu, terakumulasi pada jaman yang tepat, itulah agama.
Sehingga menjadi lebih menarik tema
ini, jika membuka buku berjudul “Gagalnya Peran Politik Kiai dalam Mengatasi
Krisis Multidimensional” oleh Heri Kuswanto yang sedikit membahas tentang sosok
nabi social. Dalam terminology ali Syari’ati, para kiai adalah nabi social yang
mencerap jalan para nabi. Nabi tidak hanya berkhotbah dimimbar-mimbar majelis
tetapi juga melakukan aksi praktis dengan gerakan social dan politik. Tanggung
jawab seorang kiai dan tokoh agama tak ubahnya adalah tanggung jawab seorang
nabi dalam lingkungan sosialnya, membawa satu risalah “menyempurnakan
perilaku”. Merekalan penjaga kuasa moral.
Renungan
1.
Umar bin Khattab, pemimpin yang
memberikan beras atas orang yang lapar dalam kegelapan
2.
Umar bin Abdul Aziz, lampu kamar
dinasnya hanya untuk kepentingan pelayanan
3. Sidharta Gaotama, Putra mahkota
yang meninggalkan gemerlap istana untuk memaknai kehidupan “dharma”
4.
al-Masih, putra maryam yang
berbicara tentang kasih-sayang
5.
dan masih banyak lagi sosok
tersebut diatas disekeliling kita, dan hanya ada satu dalam fikiranku, “kamu
yang telah membaca
ini”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar