Pendidikan dipandang
sebagai hal yang paling pokok dalam hidup ini yang sekaligus keberhasilannya menjadi
kunci dasar dalam membuka pintu kebijakan manusia. Karena pendidikan merupakan
proses menggali dan mengasah potensi diri yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidup. Ketika seseorang sudah berkecimpung di dunia pendidikan, maka outputnya
di dunia kerja nantinya akan maksimal dan kualitas sumber daya manusia di
Indonesia akan terjamin. Keberhasilan di dunia pendidikan juga tak lepas dengan kualitas guru
yang menguasai berbagai kompetensi seperti pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
Pendidikan di
Indonesia saat ini cenderung menerapkan
manajemen pendidikan berbasis sekolah dalam rangka mempermudah
pencapaian tujuan pendidikan yang bermutu. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) itu sendiri merupakan salah
satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai
bagi para peserta didik.[1] Ciri-cirinya yaitu adanya otonomi yang kuat pada
tingkat sekolah, peran sert aktif masyarakat dalam pendidikan proses
pengambilan pendidikan yang demokratis, menjunjung tinggi akuntibilitas dan
transparansi dalam setiap kegiatan pendidikan.[2]
Untuk membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan, melakukan evaluasi
terhadap metode pendidikan, memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan
kepada proses pendidikan dibutuhkan yang namanya filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan
hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentag realitas,
pengetahuan dan nilai. Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu
usaha dimana berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan
cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai
dan cita-cita itu di dalam kehidupan dan kepribadian manusia.
Dalam filsafat pendidikan, terdapat berbagai aliran mengenai makna sebuah
realitas pendidikan, seperti rasionalisme,
idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme,
progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekontruksionisme.Semuanya
memiliki pengertian yang berbeda. Untuk penerapannya di sekolah tingkat atas, misalnya
SMA menganut filsafat pendidikan rasionalisme karena materi yang diajarkan
cenderung ditentukan melalui pembuktian, logika dan analisis yang berdasarkan
fakta daripada dogma atau ajaran agama. Untuk MA menganut filsafat ideliasme
karena materi yang diajarkan kebanyakan mengandung nilai-nilai moral yang
diaplikasikan pada pendalaman ajaran agama. Sedangkan SMK menganut filsafat
pendidikan materialisme yang tujuannya untuk perubahan fisik dan sulit untuk
memilih bidang lain.
Pembahasan lebih lanjut mengenai sekolah tingkat atas yaitu SMA dan SMK
mengingatkan kita pada fenomena pendidikan ditengah-tengah realitas bangsa
Indonesia yang saat ini cukup menjadi perhatian. Dimana terjadi perbandingan
antara SMA dan SMK. Prospek pada pendidikan SMA di orientasikan pada jenjang pendidikan tinggi sedangkan prospek pada pendidikan SMK adalah di orientasikan pada dunia kerja. Sehingga antara keduanya mampu untuk memberikan
stigma yang berbeda antara SMA yang output-nya untuk lebih daripada kedalam teori
dan bersifat akademisi dan di SMK pada tataran aplikasi dan menuju output kerja
untuk aplikasi pendidikan teorinya.
Pasca SMA peserta didik tidak memiliki kredibilitas kerja karena tanpa
didasari dengan aplikasi teori kerja, sedangkan lulusan SMK sudah bisa memasuki
dunia kerja karena sudah memiliki skill dari teori pendidikan selama di
bangku sekolah. SMA hanya berfokus pada bangku sekolah, tidak bisa menghasilkan
lulusan yang mandiri dan siap kerja, sedangkan SMK mampu menghasilkan lulusan
siap kerja mengadakan kerjasama dengan pihak pengurustenaga kerja dan langsung
terjun untuk implementasi pendidikan yang sudah dijalaninya.
Fakta yang ada akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa pendidikan SMK dipandang
sebagai anak emas yang mampu menyelesaikan problematika masyarakat. Tamatan
SMK dituntut untuk bisa mandiri dan siap kerja tanpa harus melanjutkan sekolah kejenjang
yang lebih tinggi seperti
halnya SMA. Hal itu membuat pemerintah tak segan-segan untuk memberikan bantuan dana. Selain itu, SMK juga lebih memberikan input yang bagus untuk kemajuan
Indonesia. Seperti dibentuknya jurusan Pertanian di SMK
yang bisa menjadi kunci utama keberhasilan Indonesia. Bagaimana tidak, meskipun
Indonesia adalah negara agraris dengan kekayaan yang melimpah ruah, tapi
kenyataan yang ada menunjukkan bahwa bidang pertanian Indonesia semakin
melemah, terbukti semakin banyaknya ketergantungan masyarakat Indonesia dengan
bahan pangan yang diperoleh impor dari luar negeri. Ditambah lagi peminat
SMK pertanian di Indonesiaterlihatmenurun akibat adanya stigma bahwa pertanian adalah pekerjaan kasar, masyarakat
bawah dan secara finansial tidak menjanjikan. Kondisii ini tentu
saja memprihatinkan karena ekonomi Negara tetap membutuhkan kemajuan pertanian,
terutama untuk menopang ketahanan pangan.
Kebijakan pemerintah dalam membentuk dan mengembangkan SMK pertanian ini
merupakan langkah awal yang paling efektif dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang ahli dibidangnya sejak dini. SMK Pertanian ini tetap berkomitmen
ke depan agar setiap pelaku bisnis di bidang pertanian akan lebih meningkat,
dan tetap berupaya akan menciptakan jumlah yang lebih banyak tentang kader
agrobisnis yang tidak meninggalkan pertanian. Oleh karena itu, semua pihak yang
terkait harusnya bisa meluruskan dan memperbaiki berbagai persepsi masyarakat
yang menganggap bahwa pertanian di mata anak-anak muda kelihatannya tidak
modern dan identik dengan orang miskin. Salah satu caranya yaitu pemerintah
bisa menjanjikan lulusan yang ada tersalurkan ke perusahaan-perusahaan. Semakin
banyak lulusan SMK yang mudah terserap di dunia kerja maupun mandiri, dengan
sendirinya masyarakat bisa yakin soal keberadaan SMK pertanian. Bagi yang
kurang mampu secara finansial, pemerintah bisa mengalokasikan beasiswa yang
mengambil SMK jurusan pertanian. Selain itu, program kewirausahaan juga harus mulai
diperkenalkan.
Sisi lain dari itu
semua, tidak terlepas dengan adanya kontra dari berbagai sudut pandang.
Misalnya jika dilihat dari segi psikologi anak SMK pertanian. Perkembangan pendidikan
mereka dimulai saat masa remaja, yaitu usia 15-18 tahun, dimana sedang terjadi proses
pencarian identitas dan jati diri. Mereka tertarik untuk mengetahui siapa dirinya,
bagaimana dirinya, dan kemana ia menuju dalam kehidupannya. Dalam hal perkembangan
karir, menurut teori perkembangan Ginzberg, umur
15-18 tahun berada diantara 2 fase perkembangan, yaitu fasetentatif dan realistik. Terjadi perubahan cara berpikir
dari yang subjektif menuju pengambilan keputusan yang realistik dan
mengeksplorasi lebih luas karir yang ada. Tahap ini ditandai oleh integritas
diri dan kebingungan.[3] Kondisi mereka tentunya masih labil dalam
mengambil keputusan-keputusan yang tepat dan dewasa dalam bidang kehidupan. Apabila
remaja harus memasuki dunia kerja pada usia 16-18 tahun, memaksa remaja untuk
belajar menjadi dewasa dalam waktu yang singkat, maka tidak jarang mereka
mengalami trauma karena tidak mampu mengikuti iraama kerja yang sangat cepat.[4] Mereka
baru bisa dikatakan fokus hanya pada karir tertentu dan akhirnya memilih pekerjaan
tertentu saat menginjak umur 20 tahun keatas. Jadi dikhawatirkan saat menjalani
pertengahan proses pendidikan di SMK, peserta didik belum mampu mengambil
keputusan yang matang dan tidak maksimal untuk memfokuskan diri pada pelajaran
yang hanya menjurus disatu bidang pilihannya.
Selain itu, masa remaja dianggap terlalu dini untuk melangkah pada dunia
kerja.Mereka hanya diajari lebih keteknologi dari pada sosial. Apabila terus
berlanjut, akan terjadi keterpaksaan dalam jiwa remaja. Mereka dihadapkan pada
prospek kerja yang kurang jelas. Semua yang masuk SMK hanya bertujuan untuk
mencari kerja belaka. Secara tak langsung membuat peserta didik seperti autis,
karena hanya beranggapan inilah satu-satunya skill saya. Banyak terjadi
ketidaksiapan alumni SMK dalam mengaktualisasikan ilmu yang telah diperoleh.
Jika dipandang dari segi budaya. Kebudayaan di SMK juga sangatlah minim
karena hanya berkecimpung di dunia industri belaka. Cenderung mengikuti budaya
pendidikan luar negeri yang dari kecil sudah diajari untuk fokus pada satu
bidang. Pendalaman pengetahuan kebudayaan Indonesia sangat jarang diajarkan
membuat semakin sempitnya wawasan anak didik tentang kebudayaan. Terjadi krisis
kesadaran bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman sumber
daya alam. Jika difokuskan pada satu bidang untuk mengolah satu sumber daya
alam, yang lain pun akan terabaikan.
Selanjutnya, bukankah Indonesia dari dulu sudah dikenal luas sebagai negara
maritim yang agraris? Budaya bercocok tanam pun sudah ada sejak zaman dahulu
sebelum adanya sekolah formal yang mengajarkan bidang pertanian. Para petani
secara otomatis bisa belajar dari alam tanpa harus mengenyam pendidikan
pertanian yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Untuk mengatasi berbagai kontra yang ada, diperlukan pemahaman yang lebih
mendalam. Bahwa pemerintah membuat kebijakan diadakannya program pengembangan SMK
pertanian bukanlah tanpa sebab. Mewujudkan generasi yang benar-benar matang
dibidangnya dan mengembangkan skill yang dimiliki peserta didik adalah
tujuan utama. Terselenggarakannya SMK pertanian juga merupakan respon
pemerintah dalam menanggapi aspiras masyarakat dan lingkungan yang cenderung
berubah dengan cepat. [5]Apalagi
Indonesia merupakan negara agraris, inilah yang justru menjadi sebab kenapa SMK
pertanian begitu dibutuhkan untuk kemajuan Indonesia. Antara pertanian yang
dulu dan sekarang pun berbeda. Jadi kemajuan pertanian juga bergantung pada
didirikan dan dikembangkannya SMK pertanian. Peserta didik dilatih untuk
menghasilkan produk pertanian berkualitas tinggi yang diminati pasar dan bisa
diterima di supermarket. Untuk itu, mereka dibekali berbagai inovas terbaru dan
ilmu pertanian modern yang sesuai dengan kondisi alam, iklim dan perkembangan
zaman yang nantinya bisa langsung diterapkan hingga mendapatkan hasil yang baik
untuk kehidupan. Hasil pertanian yang melimpah, bermanfaat dan digemari
masyarakat pun bisa tercapai.
Petani Indonesia dituntut harus bisa mandiri dalam hal mengolah sumber daya
alam sehingga dapat menghasilkan produk-produk alam asli Indonesia yang juga
bisa dikonsumsi masyarakat Indonesia sendiri. Dengan target memanfaatkan sumber
daya alam yang maksimal diharapkan dapat mengatasi kekurangan bahan pangan
masyarakat Indonesia dan mengajak masyarakat mencintai produk pangan dalam
negeri serta mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan
pangan yang didapat impor dari luar negeri.
Di SMK pertanian juga tidak hanya diajarkan pada pengembangan skill
saja. Peserta didik juga dibekali berbagai pengetahuan umum. Meskipun prioritas
pembelajaran lebih ke pengembangan skill, tapi paling tidak itu sudah
menjadi dasar mereka untuk menambah wawasan pengetahuan yang lain diluar ilmu
tentang pertanian.
[3]
Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan psikologi proses pendidikan.
(bandung: rosda,2005). hlm. 118
[4] Prof.dr. Syamsul Bachri Thalib, M.Si.
Psikologi Pendidikan Berbasis Analisi Empiris Aplikatif. (Jakarta:
Kencana, 2010). Hlm.42
[5] Isjoni. Manajemen Berbasis Sekolah:
Mewujudkan Otonomi Sekolah, dalam Jurnal Permufakatan Pendidikan ke Arah
Kualiti Hidup Serantau (Seminar Pendidikan Serantau UKM-UNRI ke-2), Modh. Arif
Ismail (penyunting)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar